Rabu, 24 September 2014
IBADAH QURBAN
Seorang pedagang haiwan qurban berkisah tentang pengalamannya:
Seorang ibu datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya cuba hampiri dan menawarkan kepadanya, “Silakan bu…”, lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya,”kalau yang itu berapa Pak?”.
“Yang itu 700 ribu (RM190) bu,” jawab saya. “Harga terrendahnya berapa?”, Tanya kembali si Ibuu. “600 (RM160), harga itu untung saya kecil, tapi tak apalah…… . “Tapi, uwng saya hanya 500 ribu (RM130), boleh pak?”, pintanya. Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya saya berbincang dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut.
Sayapun mengantar haiwan qurban tersebut sampai kerumahnya, begitu tiba dirumahnya, “Astaghfirullah……, Allahu Akbar…, terasa menggigil seluruh badan kerana melihat keadaan rumah ibu itu.
Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan seorang anak lelaki dirumah usang berlantai tanah tersebut. Saya tidak nampak pun tilam, kerusi di ruangtamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik,. Yang terlihat hanya katil kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh.
Diatas katil, tertidur seorang nenek tua kurus. “Mak…..bangun mak, ni.. lihat saya bawa apa?”, kata ibu itu pada nenek yang sedang tidur sampai akhirnya terbangun. “Mak, saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita hantar ke Masjid ya mak….”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat terkejut meski nampak bahagia, sambil membelai kambing, nenek itu berucap, “Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban”.
“Ni Pak, wangnya, maaf ya kalau saya menawar harga kambing ini terlalu murah, kerana saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya berusaha mengumpulkan wang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama ibu saya….”, kata ibu itu.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan titis air mata, saya berdoa, “Ya Allah…, Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa”.
“Pak, ini sedikit wang upah menghantar kamibng itu…”, panggil ibu itu,” sudah bu, biar tambang kendaraanya saya yang bayar’, kata saya.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah kerana tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya…….
Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jawatan tinggi apalagi kekuasaan, kita dapat belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak diantara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada kengganan untuk berkurban, padahal boleh jadi harga handfon, tablet, jam tangan, tas, ataupun aksesoris yang menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor haiwan qurban. Tak kira lagi perabot rumah dan kereta. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan. -Aidil Heryana
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan